Review Film Sukma (2025): Horor Ambisius dengan Pesan Filosofis, Tapi Eksekusi Belum Maksimal
Industri film horor Indonesia kembali diramaikan dengan hadirnya Sukma (2025), film terbaru garapan Baim Wong yang juga menggandeng Ratih Kumala sebagai penulis naskah. Nama besar keduanya tentu membawa ekspektasi tinggi, apalagi setelah kesuksesan proyek-proyek mereka sebelumnya. Ditambah lagi, jajaran aktor papan atas seperti Luna Maya, Christine Hakim, Fedi Nuril, dan Oka Antara semakin membuat film ini menarik untuk disimak.
Meski demikian, apakah Sukma berhasil menghadirkan sesuatu yang segar di genre horor Indonesia, atau justru jatuh pada jebakan eksekusi yang biasa-biasa saja? Mari kita bahas lebih dalam.
Sinopsis Film Sukma
Kisah Sukma berpusat pada Arini (Luna Maya) yang pindah ke sebuah kota kecil bersama keluarganya untuk memulai hidup baru. Namun, kepindahan tersebut berubah menjadi mimpi buruk ketika mereka menemukan sebuah cermin kuno tersembunyi di ruang rahasia.
Sejak saat itu, berbagai teror gaib mulai menghantui keluarga Arini. Suara misterius, penampakan menyeramkan, hingga kemunculan sosok enigmatis bernama Ibu Sri (Christine Hakim) membuat Arini semakin cemas akan keselamatan keluarganya.
Di balik semua itu, tersimpan misteri besar yang berhubungan dengan obsesi manusia terhadap kecantikan, keabadian, dan harga yang harus dibayar ketika mencoba melawan usia.
Analisis Cerita dan Tema
Secara garis besar, Sukma mencoba menghadirkan horor yang lebih dari sekadar jumpscare. Ratih Kumala memasukkan isu filosofis tentang obsesi manusia pada kecantikan dan keabadian—tema yang jarang diangkat dalam horor Indonesia.
Namun, meski premisnya menarik, eksekusi naskah masih menyisakan banyak celah. Beberapa penonton merasa alur cerita terasa repetitif dan kurang rapih, terutama di act kedua yang terlalu banyak menyajikan adegan tidak penting.
Twist di akhir memang memberi kejutan, tetapi bagi penonton yang terbiasa dengan genre horor, kejutan itu masih bisa ditebak. Sejumlah komentar menyebut twist film ini “kurang jelas arah ceritanya” dan “terlalu ambigu.”
Penyutradaraan Baim Wong
Baim Wong jelas menunjukkan ambisinya dalam proyek ini. Dibandingkan karyanya sebelumnya, terlihat ada peningkatan dari segi directing. Atmosfer tegang berhasil dibangun cukup konsisten, meskipun beberapa transisi adegan terasa kasar.
Sayangnya, keinginannya untuk menghadirkan horor yang berbeda justru membuat Sukma terasa setengah matang. Beberapa adegan terlihat ingin tampil “wah” tapi tidak selalu relevan dengan penguatan cerita.
Meski begitu, patut diapresiasi keberaniannya tidak sepenuhnya mengikuti pola horor mainstream Indonesia. Ia mencoba menghadirkan jumpscare yang lebih kreatif, meski di beberapa bagian tetap jatuh ke formula lama.
Akting Para Pemain
Kalau ada aspek yang benar-benar menyelamatkan film ini, jawabannya adalah akting para pemainnya.
-
Christine Hakim tampil luar biasa sebagai Ibu Sri, karakternya penuh misteri sekaligus karisma yang membuat penonton terhipnotis setiap kali ia muncul.
-
Luna Maya berhasil membawakan karakter Arini dengan emosional. Rasa takut, putus asa, sekaligus keberanian terlihat natural.
-
Fedi Nuril dan Oka Antara mungkin tidak terlalu dominan, tetapi tetap memberikan penampilan solid.
-
Beberapa karakter pendukung memang masih terasa kurang dieksplorasi, padahal punya potensi lebih besar.
Teknis Produksi: Sinematografi, Efek, dan Musik
Dari sisi teknis, Sukma cukup rapi meskipun tidak sepenuhnya sempurna.
-
Sinematografi: Permainan cahaya dan bayangan efektif menciptakan atmosfer horor. Rumah tua dan cermin antik menjadi elemen visual yang menonjol.
-
Efek Visual & CGI: Digarap dengan ambisi besar, meski ada beberapa bagian yang terasa kurang halus.
-
Musik & Sound Effect: Ini menjadi poin yang menuai kritik. Beberapa penonton menilai efek suara terlalu berlebihan, seolah menjual suasana tegang hanya lewat audio, bukan narasi visual.
-
Editing: Ritme film cukup terjaga, tetapi di pertengahan cerita terasa sedikit melambat.
Kelebihan Film Sukma
-
Tema filosofis yang jarang diangkat di film horor lokal.
-
Akting para pemeran utama sangat solid.
-
Sinematografi dan desain produksi mendukung atmosfer horor.
-
Jumpscare lebih kreatif dibanding horor Indonesia kebanyakan.
Kekurangan Film Sukma
-
Naskah kurang solid, terutama di act kedua yang draggy.
-
Twist masih mudah ditebak.
-
Sound effect berlebihan dan cenderung mengganggu.
-
Perpindahan adegan masih terasa kasar.
-
Beberapa karakter kurang tergali.
Apakah Film Sukma Sudah Tersedia untuk Streaming?
(Ditulis pada September 2025), film Sukma belum tersedia di platform streaming mana pun, baik lokal maupun internasional. Untuk memantau ketersediaannya secara resmi, Anda bisa cek langsung di JustWatch melalui tautan berikut: Pantau ketersediaan film Sukma di JustWatch
Melihat tren film horor Indonesia sebelumnya, besar kemungkinan Sukma akan hadir di layanan seperti:
-
Netflix Indonesia (sering merilis horor lokal populer).
-
Disney+ Hotstar (banyak menayangkan film bioskop Indonesia setelah rilis).
-
Prime Video (aktif mengakuisisi film Indonesia untuk pasar internasional).
-
Vidio (platform lokal yang cukup rajin menghadirkan film horor Indonesia).
Kesimpulan
“Sukma” adalah film horor ambisius yang mencoba menghadirkan sesuatu yang berbeda dengan memasukkan isu filosofis tentang obsesi manusia terhadap keabadian. Meski demikian, kelemahan di naskah dan eksekusi membuat film ini belum sepenuhnya berhasil memuaskan penonton.
Namun, bagi pecinta horor Indonesia, film ini tetap layak ditonton, terutama berkat akting kuat para pemerannya dan beberapa momen horor yang cukup menegangkan.
Kalau Anda pencinta horor lokal, Sukma bisa jadi tontonan menarik meskipun punya kekurangan. Sudahkah Anda menonton film ini di bioskop? Apa pendapat Anda tentang misteri cermin kuno dalam cerita ini? Bagikan opini Anda di kolom komentar!