Review Film Narik Sukmo (2025): Ketika Tarian Menjadi Teror Mistis
Film horor lokal kembali hadir menyapa layar bioskop Indonesia melalui “Narik Sukmo” (2025), karya terbaru dari sutradara Indra Gunawan. Diadaptasi dari novel karya Dewie Yulliantina, film ini mencoba menggali sisi kelam dari budaya tari tradisional yang menjadi jembatan antara dunia nyata dan arwah gentayangan. Namun, apakah film ini benar-benar berhasil menyampaikan pesan horornya secara mendalam, atau hanya jadi tontonan penuh jumpscare tanpa arah?
Sinopsis: Sebuah Tarian Kematian dari Masa Lalu
Kenara Cahyaningrum (diperankan oleh Febby Rastanty) adalah seorang mahasiswi yang memiliki hobi menari. Ia memutuskan untuk mengunjungi sahabatnya, Ayu (Dea Annisa), yang tinggal di sebuah desa terpencil bernama Kelawangin.
Namun, sejak hari pertama di desa tersebut, Kenara mengalami banyak kejanggalan: tatapan tajam warga desa, mimpi buruk berisi sosok bayangan hitam, hingga tubuhnya yang tiba-tiba menari sendiri tanpa kendali. Keanehan semakin menjadi ketika Kenara secara tidak sengaja memasuki kamar terlarang di rumah Ayu—kamar yang dulunya dihuni oleh sang paman, Banyu Janggala Bagwahanta, yang meninggal dua dekade silam bersama kekasihnya, Ratimayu.
Apa yang sebenarnya terjadi di desa Kelawangin? Dan apa kaitannya dengan Tarian Narik Sukmo, sebuah tarian kematian yang kembali menghidupkan dendam lama?
Kekuatan Cerita: Premis Kuat, Eksekusi Lemah
Dari sisi premis, Narik Sukmo punya potensi besar. Film ini menggabungkan elemen budaya lokal, mitos, dan tragedi cinta masa lalu dalam balutan horor supranatural. Sayangnya, potensi tersebut kurang dimanfaatkan secara maksimal.
Alur cerita terasa lambat dan repetitif, dengan terlalu banyak adegan menari yang tidak memiliki motivasi kuat. Penonton seolah dipaksa menerima setiap kejadian tanpa penjelasan logis. Salah satu contoh paling mencolok adalah pemberian selendang dan tusuk konde kepada Kenara—yang kemudian tidak digunakan atau dijelaskan fungsinya hingga film berakhir.
Akting dan Karakter: Febby Rastanty Bersinar, Lainnya Kurang Mendalam
Penampilan Febby Rastanty sebagai Kenara patut diapresiasi. Ia berhasil menyampaikan emosi ketakutan, kebingungan, dan keterpaksaan dengan cukup baik. Begitu pula dengan ayah Ayu, yang menjadi satu-satunya karakter pendukung yang terasa hidup dan kuat.
Namun, romansa antara Kenara dan Dirja (Aliando) terasa cringe dan dipaksakan. Chemistry tidak terbentuk, bahkan adegan make-up dan dialog di antara mereka justru mengurangi kesan horor. Banyak karakter lain tampil datar dan tidak mendapat porsi pengembangan cerita yang memadai, termasuk karakter antagonis utama.
Visual dan Efek: Sinematografi Suram Tapi Kurang Konsisten
Salah satu elemen menarik dari film ini adalah visualisasi desa Kelawangin. Penggunaan palet warna cokelat kelabu berhasil menciptakan suasana suram yang misterius. Namun sayangnya, penggunaan efek visual kadang terlihat murahan, seperti adegan kopi yang berguncang jelas hasil editan, serta sosok hitam-putih misterius yang justru menambah kebingungan alih-alih ketakutan.
Make-up karakter seperti Pakde Dirja juga terasa berlebihan, hingga mengalihkan perhatian dari horor yang seharusnya dibangun.
Dialog dan Aksen: Gagal Menjaga Konsistensi
Salah satu titik lemah yang mencolok adalah konsistensi dialog dan logat bahasa. Beberapa karakter seperti Ayu dan ayahnya menggunakan logat Jawa yang justru terdengar dibuat-buat, bahkan sesekali keceplosan logat Jakarta. Hal ini merusak suasana desa tradisional yang ingin dibangun.
Elemen Horor: Banyak Jumpscare, Minim Rasa Takut
Seperti banyak film horor lokal lainnya, Narik Sukmo terlalu bergantung pada jumpscare instan yang tidak dibangun melalui atmosfer. Padahal, konsep tarian arwah yang menghantui generasi masa kini punya potensi untuk digali secara psikologis dan budaya.
Sayangnya, film ini gagal menyampaikan ancaman nyata dari sosok antagonis, bahkan alasan Kenara menjadi target pun tidak pernah dijelaskan secara tuntas. Sosok hitam dan putih yang muncul berkali-kali pun tidak memberikan dampak berarti.
Apakah Narik Sukmo Akan Hadir di Platform Streaming?
Saat artikel ini ditulis (22 Juli 2025), film Narik Sukmo belum tersedia untuk ditonton secara legal melalui layanan streaming apa pun di Indonesia. Namun, melihat pola distribusi dari film lokal sebelumnya, besar kemungkinan film ini akan segera hadir di platform berikut:
-
Netflix Indonesia – Mengingat beberapa film Mesari Pictures sebelumnya tayang di Netflix, kemungkinan ini cukup besar.
-
Prime Video – Aktif merilis film horor lokal belakangan ini.
-
Disney+ Hotstar – Sering menjadi rumah untuk film-film lokal terbaru.
-
KlikFilm dan Vidio juga layak dipantau sebagai opsi lokal yang sering mendapatkan hak siar eksklusif.
Pantau ketersediaan streaming resmi di sini: JustWatch – Narik Sukmo
Kesimpulan: Potensi yang Terbuang dengan Cerita yang Setengah Matang
Narik Sukmo (2025) adalah film horor lokal yang memiliki ide dasar menarik dan potensi besar dari sisi budaya serta mitologi. Sayangnya, eksekusinya lemah, membiarkan penonton bergumul dengan plot tidak logis, karakter datar, dan horor generik.
Film ini cocok ditonton bagi penggemar horor lokal yang ingin melihat performa Febby Rastanty atau menikmati suasana desa misterius. Namun bagi pencari horor dengan plot kuat dan nuansa mistis yang dalam, film ini mungkin akan mengecewakan.
Tertarik Menonton?
Meski belum tersedia secara streaming, Anda bisa pantau kehadiran film ini secara resmi melalui JustWatch atau cek bioskop lokal Anda apakah film ini masih tayang. Jangan tergoda untuk menonton versi bajakan – dukung film lokal dengan menonton secara legal.